KH Hasyim Asy’ari – Ulama Pendiri Nahdlatul Ulama, Pelopor Pendidikan Pesantren yang Membentuk Karakter Bangsa

Pernahkah kamu mendengar istilah pesantren—lembaga pendidikan Islam tradisional yang kuat dalam membentuk karakter dan akhlak? Tapi, tahukah kamu siapa sosok besar di balik kebangkitan pesantren sebagai kekuatan pendidikan dan perjuangan nasional?

Dialah KH Hasyim Asy’ari, ulama karismatik, pendidik sejati, dan pendiri Nahdlatul Ulama (NU), salah satu organisasi Islam terbesar di dunia. Lahir pada 10 April 1871 di Jombang, Jawa Timur, KH Hasyim Asy’ari tumbuh dalam lingkungan pesantren dan menjelma menjadi tokoh sentral dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia.

Dari Santri Menjadi Ulama Besar

Sejak kecil, KH Hasyim Asy’ari tekun menuntut ilmu. Ia belajar dari pesantren ke pesantren, hingga menuntut ilmu ke Tanah Suci Mekkah. Di sana, beliau berguru kepada para ulama besar dan mengukuhkan dirinya sebagai sosok ilmuwan Islam yang mendalam dalam ilmu fikih, hadis, dan tafsir.

Sekembalinya ke Indonesia, ia mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng pada tahun 1899—sebuah pusat pendidikan Islam yang menekankan penguasaan ilmu agama sekaligus pembinaan moral dan kepribadian. Dari sinilah muncul generasi ulama dan pejuang bangsa yang tak terhitung jumlahnya.

Pendidikan yang Membentuk Jiwa

KH Hasyim Asy’ari percaya bahwa pendidikan bukan hanya mencerdaskan, tapi juga menyucikan hati dan membentuk karakter. Ia menanamkan prinsip bahwa ilmu harus disertai akhlak. Salah satu nasihat terkenalnya berbunyi:

“Jika engkau ingin hidup mulia, maka pelajarilah ilmu, dan jangan lupa adab.”

Beliau juga menekankan pentingnya menjaga tradisi, namun tetap terbuka terhadap kemajuan. Dalam pandangannya, pesantren harus menjadi benteng moral masyarakat sekaligus sumber pencerahan.

Nahdlatul Ulama dan Perjuangan Bangsa

Pada tahun 1926, KH Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama, sebagai wadah perjuangan umat Islam untuk memperjuangkan kemerdekaan, memperkuat pendidikan, dan menjaga ajaran Islam ahlussunnah wal jamaah. Di tengah penjajahan, NU menjadi pilar kekuatan sosial dan intelektual umat.

KH Hasyim Asy’ari juga turut dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Beliau mengeluarkan Resolusi Jihad pada 1945, yang mendorong umat Islam untuk mempertahankan kemerdekaan dari penjajah. Bagi beliau, membela negara adalah bagian dari ajaran Islam.

Warisan yang Terus Menyala

KH Hasyim Asy’ari wafat pada tahun 1947, namun semangat dan warisannya tetap hidup. Pesantrennya terus berkembang, NU menjadi kekuatan sosial dan pendidikan yang besar, dan ajarannya tetap menjadi pegangan para santri hingga hari ini.

Beliau diakui sebagai Pahlawan Nasional, dan gagasan pendidikannya masih menjadi pedoman dalam sistem pendidikan pesantren dan keislaman di Indonesia.

Sekarang, Giliran Kita

Pertanyaannya sekarang, bukan hanya “Apakah kamu mengenal KH Hasyim Asy’ari?”, tapi “Apakah kamu telah melanjutkan perjuangannya?” Pendidikan bukan hanya soal ilmu, tapi tentang menanamkan nilai, memperkuat karakter, dan membangun umat.

Kita semua bisa belajar dari semangat beliau—untuk menjadikan pendidikan sebagai jalan perjuangan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk kebaikan bangsa dan agama.