Kesehatan Mental merupakan aspek terpenting bagi proses tumbuh kembang seseorang. World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa kesehatan tidak hanya mencakup kesejahteraan fisik tetapi juga kesejahteraan emosional, psikologi, dan sosial seseorang.

Dari data WHO terdapat sekitar 450 juta orang di seluruh dunia yang mengalami gangguan mental dan perilaku. Di Indonesia, prevalensi gangguan mental health tercatat sebesar 35% dari populasi remaja. Mental yang sehat memungkinkan seseorang menyadari potensi mereka, mengatasi tekanan hidup, bekerja secara produktif, dan berkontribusi positif kepada masyarakat. Orang dengan masalah kesehatan mental memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami penyakit jantung dan masalah kesehatan lainnya (Nur Haryanti et al., 2024). 

Gangguan mental menyerang sang korban dengan cara menyerang sisi psikologis sang korban, misalnya melalui rasa trauma atas kejadian yang pernah dialami oleh sang korban. Kondisi yang paling umum terjadi bagi penderita gangguan mental, yaitu stress, cemas, dan depresi. Stress adalah keadaan ketika seseorang mengalami tekanan yang sangat berat, baik secara emosi maupun mental. Seseorang yang stress biasanya akan tampak gelisah, cemas, dan mudah tersinggung. Stress juga dapat mengganggu konsentrasi, mengurangi motivasi, dan memicu depresi. Gangguan kecemasan (anxiety) adalah kondisi psikologis ketika seseorang mengalami rasa cemas berlebihan secara konstan dan sulit dikendalikan, sehingga berdampak buruk terhadap kehidupannya. Depresi adalah gangguan ketika suasana hati yang menyebabkan penderitanya terus-menerus merasa sedih atau emosi. Depresi juga dapat menyebabkan masalah fisik, mengubah cara berpikir, serta mengubah cara berperilaku. Dalam kasus tertentu, mereka bisa menyakiti diri sendiri dan bahkan mencoba bunuh diri.

Adapun masalah terbesar yang dihadapi penderita dengan gangguan mental di seluruh dunia adalah stigma dalam kesehatan mental. Stigma ini muncul karena prasangka dan pandangan negatif yang berkembang dalam masyarakat. Pada mental health, stigma dapat dibedakan menjadi tiga jenis utama, yaitu stigma diri (self-stigma), stigma sosial, dan stigma struktual. Stigma diri terjadi ketika seseorang mengalami kurangnya kepercayaan diri, dan selalu berpikiran negatif. Stigma sosial sering muncul dalam bentuk perilaku pengucilan, penolakan, atau kurangnya dukungan dari orang-orang di sekitar mereka. Stigma struktual terjadi ketika kebijakan, hukum dan praktik di suatu tempat mendiskriminasi penderita secara sistematis. Stigma struktual dapat membuat penderita sulit mendapatkan dukungan dan perawatan yang mereka butuhkan.

Upaya untuk menjaga penderita mengalami gangguan mental adalah dengan mendekatkan diri kepada Tuhan, mengenali gejala kesehatan mental yang terganggu, menjaga pola makan sehat, istirahat dan tidur yang cukup, rutin berolahraga, aktif bersosialisasi, mengelola emosi, percaya dan menerima diri sendiri, mengatasi masalah dan mencari bantuan profesional jika diperlukan, serta menghindari alkohol dan narkoba. Untuk membangun masyarakat yang lebih peduli terhadap kesehatan mental dan mengurangi efek negatif stigma, edukasi, deteksi dini, intervensi berbasis komunitas, dan dukungan sosial sangat penting. 

Sumber
Maria Krisinta Adventinawati. (2025). Pencegahan Kesehatan Mental dalam Upaya Mengurangi Stigma Kesehatan Mental di Masyarakat. Hukum Inovatif: Jurnal Ilmu Hukum Sosial dan Humaniora, 2 (1) 110-116.
Nizarul Fauzi Al Hanafi. (2024). Kesehatan Mental. Redaksi Radar Tulungagung.